Senin, 13 Maret 2017

IMM Makassar Semaraki MILAD 53th IMM di Kota Parepare



IMMakassar.org, - Tepat Hari ini, 14 Maret 2017 IMM telah memasuki Usia nya yang Ke 53 tahun. IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang juga sebagai organisasi gerakan Mahasiswa di usia nya yang Ke 53 tahun ini, tentunya bukan lagi organisasi biasa, IMM dalam skala organisasi telah telah masuk pada usia emas nya, Berkhidmat Untuk Umat.
14 Maret 1964 merupakan awal sejarah terlahirkan nya IMM, yg tentunya pada masa itu dipenuhi dengan dinamika dinamika kebangsaan (baca kelahiran yang dipersoalkan). Namun kini IMM tetap bertahan, tetap istiqamah dalam mengawal kebijakan pemerintah, perbaikan masyarakat/umat, dan gerakan gerakan kemahasiswaan.
Sebagai langkah untuk menjaga semangat dan ritme Ikatan, DPD IMM Sulsel menggelar peringatan milad ke-53 tahun. Pembukaan diadakan di Barugae Kota Parepare, Minggu 12 Maret. Dan selanjutnya rangkaian milad dilangsungkan di Kampus II, Universitas Muhammadiyah Parepare, 12-14 Maret 2017.
Milad kali ini mengusung tema ‘Refleksi 53 Tahun Perjalanan IMM, Peran Strategis Ikatan dalam Merespon Kondisi Kebangsaan’. Yang mana dihadiri oleh ratusan kader IMM, para tokoh Muhammadiyah, Pengurus Daerah Muhammadiyah, DPD IMM Sulsel, PC IMM Se Sulsel, Ortom Muhammadiyah, serta sejumlah perwakilan OKP.
Dalam pembukaan Milad IMM Ke 53 tahun ini Ketua Panitia, Andi Tanra Harun mengemukakan bahwa “Kami bangga, karena milad kali ini akan diisi banyak kegiatan bermanfaat. Seperti pekan intelektual dan kreatifitas kader, serta temu alumni,” jelas Andi Tanra.
Ketua IMM Sulsel, Akbar Ramli dalam petikan sambutannya mengemukakan, perayaan milad bukan hanya sekedar kegiatan seremonial belaka. Dia ingin kader AMM menjadikan milad ini sebagai momentum lahirnya kader-kader yang kritis.
Pimpinan Cabang IMM Kota Makassar pun turut memeriahkan kegiatan ini, sekitar 50 lebih kader-kader Sekota Makassar diturunkan memerahkan Parepare. Mengikuti setiap rangkaian kegiatan sebagai wujud sinergitas berikatan. 

Oleh: Andi Zulfitra

Jumat, 10 Maret 2017

IMM Makassar Gelar Gathering Night Road to 53th IMM

IMMakassar.org, - Menyambut 53 Tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) mengabdi untuk Indonesia. Pimpinan Cabang IMM kota Makassar Menggelar Gathering Night bersama kader-kader Se Kota Makassar.
Kegiatan ini dilaksanakan di Pelataran Sekretariat PC IMM Kota Makassar (Jl. Letjen A. Mappaoddang II No 17), Pada Jum'at, 10 Maret 2017 dengan mengundang 17 Komisariat di kota Makassar.
"Gathering Night

Jumat, 17 Februari 2017

Pandangan Umum Ayahanda Kh. Djamaluddin Amien terhadap Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kota Makassar

Wawancara Khusus KH. Djamaluddin Amien

KH. Djamalauddin Amien (Mantan Ketua PW. Muhammadiyah Sulsel dan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar)
Wawancara dilakukan di ruang kepala sekolah SMP Unismuh Makassar :: 07 Oktober 2010
Pewawancara :: Nasrul Haq Syarif & Dian Pramana Putra
Ketua Bidang dan Sekretaris Bidang Iptek PC IMM Kota Makassar Periode 2010
Bagaimana Pak Kiyai melihat keberadaan IMM dulu sampai sekarang (sejak pertama kali dirintis di kota makassar ) ??
Awalnya saya begitu tidak tau siapa yang rintis pertama. Kalau dipusat justur saya tau. Pak Jasman, Pak Amin dan ada orang di sul sulawesi selatan satu itu namanya Pak  Zainuddin Sialla. Kalau dikota Makassar itu Arfah Bas’ah tapi saya tidak taulah siapa yang rintis pertama karena saya dulu di Bantaeng  tahun 1962 baru pindah ke makassar. Pada tahun 1985 saya ketua wilayah Muhammadiyah. Jadi memang IMM ketika Itu boleh dikatakan tidak ada bukan belum ada. Apakah pernah ada tapi tidak jalan. Jadi IMM mulai muncul antara 1985 sampai 1990. Tapi Arfah Bas’ah yang lebih tau membangunkan kembali IMM karena dia berhasil.
Mungkin lebih jelasnya, Bagaimana pandangan Pak Kiyai terhadap IMM dulu dan sekarang ?
Kalau memang saya ketika itu tapi saya tidak bilang zaman dahulu. Begini, memang kalau soal semangat agak mundur dibanding dengan ketika itu. Wah ketikia itu malah kita sering juga direpotkan karena anak mudakan kalau bersemangat, sering karena semangatnya terkadang melihat ini tidak cukup sehingga biasa mengambil langkah – langkah diluar aturan.
Yang membedakan itu semangat, kecerdasan, popularitas . di zaman itu, itu yang saya rasakan. Memang semangat IMM ketika itu agak besar  dan banyak yang mereka lakukan.  Saya agak heran kenapa nd ada pelanjut mereka dikedokteran. Tapi itu wallahua ‘alam, tapi disitu ada pertanyaan.  Kenapa tidak berlanjut IMM di kedokteran Unhas padahal dulu katakanlah IMM dikota makassar itulah yang paling dasarnya dulu. Disamannya dr. Fruqan dan teman2nya seperti Andi Nurpati dan banyak dokter-dokter lainnya.
Secara umum seperti apa gerakan IMM di kota Makassar ?
Sama dengan muhammadiyah. Dulu IMM agak bangkit waktu berada di kedokteran unhas dan hampir disemua perguruan tinggi. Ada yang terkenal sekali dulu itu namanya dr. Furqan
IMM  di Unismuh ??
Di unismuh  rata. Tidak pernah juga tidak ada. Karena mungkin merasa dirumahnya. Orang biasa merasa kalau dirumahnya tidak ada tantangan, tidak sesuatu. Merasa aman-aman saja.
“Begini, memang kalau soal semangat agak mundur dibanding dengan ketika itu.”
Kalau IMM di UIN ??
Kalau saya katakanlah tidak terdengar  hanya saja kalau ada. Tapi hampir sama unismuh itu dengan uin artinya tidak pernah juga tidak ada.  Ada terus Cuma bagi saya bagaimana kehadiran IMM diperguruan tinggi katakanlah ada nilai tambah perguruan tinggi ketika IMM hadir terumtama pada segi  pembinaan akhlak, moral,
UNM ?
Kalau keadaan UNM  sama dengan UIN. Sebenarnya maaf kalau bisa saya katakan ada pertanyaan. Apa peranannya IMM disitu sehingga mahasiswa suka tawuran. Kalau IMM berperan disitu bisa menjadi stabilitator.
Apa kira strategi gerakaan IMM yang lebih bagus menurut Pak Kiyai ??
Jadi staterginya itu dirasakan kehadirannya ada manfaatnya bagi perguruan, lembagaga dan institusi.  Insitutusi merasakan kehadirannya. IMM sebagai atabilitator kampus. Masalah kebersihan, mengembangkan ukhuwah. Kajian itu penting tapi yang paling menentukan apa yang anda lakukan.  Bukan kajian-kajian yang negatif. IMM tidak boleh menjadi oposisi didalam kampus (baca: PTM)
Jadi Uztaz, bagaiman dengan kewajiban DAD bagi PTM ??
Itu sebenarnya tergantung pendekatan IMM dengan pimpinan kemudian memang celakanya kalau pimpinan tidak tau itu. Kalau PTM punya kewajiban “membina IMM” bukan lalu mau mengusai  artinya bagaimana menyuburkan IMM. Itu sudah kewajiban itu, semua pimpinan harus tau. Itu resmi.  IMM memposisikan dirinya sebagai organisasi intra dan pahamilah juga kondisi pimpinannya.
Jadi mungkin pertanyaan terakhir Uztaz, Apa harapan dan pesan untuk kader IMM ??
“Dimana anda berada, dirasakan manfaatnya”  sehingga IMM diperlukan. Bisa berperan yang baik dan diperebutkan.

Dinamika Kampus Sebagai Ancaman Kader IMM


Mari kita Membangun kesadaran Positivisme dalam memandang berbagai kultur dan fenomena kampus yang senantiasa terjadi  dewasa ini.  Terutama di kampus-kampus besar yang ada di  Kota Makassar. Kebiasaan dan perilaku mahasiswa sekarang  sangat jauh dari harapan masyarakat dan bangsa, karena indikatornya  mahasiswa sangat kontradiktif dari  visi dan misi atau tujuan dari pada mahasiswa itu sendiri. Karena mayoritasnya  mahasiswa tidak memilikil agi  citra dan nilai integritas yang ideal.
Kampus  dewasa ini sudah di warnai dengan kultur dan kebiasaan HedonismePragmatisme dan premanisme yang cenderung merusak dan membuat kampus kacau balau. Tindakan kriminal , keonaran, konflik dan tawuran di kampus sesama mahasiswa akhir-akhir ini semakin marak dan konstruktif  yang konsekuensinya merusak berbagai fasilitas kampus. Fenomena seperti  ini sudah membudaya di dunia kemahasiswaan.
Dunia kampus dianggap sebagai dunia Intelektual Ilmiah. Tetapi kenyataannya sangat kurang dan hampir tidak ada aktifitas mahasiswa yang mencerminkan nilai-nilai Intelektual seperti diskusi, kajian intensif, pelatihan, seminar dan lain-lain. Meskipun ada tetapi sangat jarang diadakan dan mahasiswa  juga kurang semangat partisipasi pada kegiatan tersebut.
Lembaga-lembaga intra  kampus seperti BEM, HMJ maupun Lembaga Eksternal yang di anggap mempunyai latarbelakang dan bertanggungjawab di bidang intelektual. Kurang sekali yang mengadakan aktifitas yang mengarah pada ranah intelektual  yang menjadi hakekat dan orintasinya.  Justru indikator yang terjadi di tingkat lembaga intra kemahasiswaan adalah gerakan yang cenderung politik praktis yang orientasinya menciptakan kampus yang tidak stabil dan menjadi oposisi  bagi lembaga lain. Sehingga melahirkan permusuhan dan benturan di dalam kampus. Kenyataanya juga di lapangan sebagian kecil Kader IMM terjerumus dan menjerumuskan diri di dalam Mainstream kultur seperti itu. Sadar atau tidak tetapi itu menjadi tolak ukur bahwa ternyata Kader IMM sangat jauh dari kesadaran intelektual dan spritual.
Kalaupun IMM Secara Kelembagaan tidak mendiskusikan masalah ini. Bukan hal yang tidak mungkin secara berangsur-angsur kader IMM  kedepan akan terjebak pada kultur yang mengacu pada pengrusakan ideologi dan eksistensial. Artianya akan terkontaminasi dan terhegemoni dengan kultur atau pola pikir yang menyimpang seperti yang di jelaskan di atas tadi, karena sekarang sudah ada indikasi dan  tercermin di dalam diri kader .
Langkah IMM kedepan.
            Kader IMM secara pribadi maupun secara kelembagaan harus bekerja keras dan mampu memainkan berbagai peranan dan langkah-langkah strategis untuk mencoba merekonsiliasi dan  merombak kembali kebiasaan dan paradigma berpikir mahasiswa yang sekarang  sedang ada dalam frame berpikir yang salah. Berusaha membentuk paradigma berpikir transformatif, kritis, religius dalam bingkai Amal Ma’ruf Nahi Mungkar dengan berbagai metode. Diantaranya membangun kultur diskusi secara efektif, kajian intensif , seminar ilmiah maupun aktifitas Intelektual lainnya. Hal yang paling urgen dilakukan oleh aktifis IMM yaitu “ Pencerahan Umat “ dengan tiga proses pendidikan terdiri dari ta’lim ; mencerdaskan otak manusia, tarbiah ; mendidik perilaku yang benar, dan ta’dib memperluas adab kesopanan.  
Eksistensi gerakan IMM di kota Makassar beberapa tahun terkhir ini sangat Jauh dari harapan  sebagai organisasi  besar yang  punya  sejarah panjang. IMM dewasa ini mengalami degradasi dan degenarasi gerakan yang  tidak mampu mengejewantahkan identitasnya di mata masyarakat (bangsa) ke arah gerakan yang lebih dinamis, progresif dan  kontekstual sesuai dengan roh dan misi IMM yang sesungguhnya. Indikator  gerakan IMM  bersifat  statis dan fakum. Kader IMM  terkungkung dan terasik dengan kegiatan pengkaderan (DAD) yang  kerap dilakukan. Inilah yang terlintas dalam frame kader hari ini  kegiatan tersebut  menjadi prioritas utama.
Semua kader perlu sadar bahwa eksistensi  IMM adalah organisasi kader. Tanpa ada pengkaderan sangat  mustahil ada regenerasi  kader dan pimpinan IMM ke depan.  Tetapi mainstream  yang kita harus  bangun adalah selain partisipasi aktif dalam pengkaderan tersebut.  Kader IMM harus mampu melahirkan ide dan gagasan yang kreaktif. DiImplementasikan secara luas sehingga  IMM kelihatan besar dan punya power di mata publik. Gerakan IMM yang sesungguhnya itu semua tidak lepas dari Trilogi Gerakan IMM itu sendiri yaitu : spritual, Intelektual dan Humanita.Tiga gerakan inilah yang menjadi acuan atau feferensi  dasar  dalam memahami sistematika  orientasi gerakan IMM.
Pertanyaan  yang  muncul dalam benak kita bahwa sejauhmana pengejawantahan paradigma gerakan  IMM sehingga mampu membuktikan identitas gerakannya. Coba kita  spesifikasi orientasi  trilogi gerakan. Misalnya gerakan spritual(Spritual Movement) tentu outputnya secara sederhana bisa bicara mengenai perbaikan akhlaq, moralitas, integritasyang paling subtansial adalah pembentukan aqidah yang kokoh dan Implementasi keimanan Kepada Allah swt. Tetapi realitas di kampus masih banyak mahasiswa yang  tingkah laku maupun perbuatannya sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang Muslim. Lebih ironis lagi di kampus-kampus Islam terutama yang berlabel Muhammadiyah.
Kalau kita menata potensi spritual dan wawasan keislaman yang di miliki kader  tidak di ragukan lagi. Perlu disadari oleh Aktivis IMM bahwa sebagian kader  cenderung membangun paradigma berpikir  eksklusif dan ekstrim sehingga  kurang mampu membangun komunikasi, diskusi, dialektika dengan mahasiswa di luar IMM atupun aktifis dari organisasi lain  sehingga transformasi, dotrinasi yang menjadi orientasi  gerakan spritual tidak maksimal.
Peranan pada wilayah gerakan intelektual, kalau kita mengacu pada gagasannya (Gramsi). Ada beberapa model yang di maksud dengan intelektual.  Ada Intelektual profesional, administrasif, tradisional dan Intelektualorganik. Pengamatan penulis, posisi intelektual Kader IMM sekarang berada pada tataran intelektual profesional. Cenderung  semangat pada wilayah konsep  dan argumentasi yang kerapkali dipaparkan di settiap forum–forum diskusi dan kajian ilmiah. Namun   sangat lemah pada wilayah implementasi atau yang di sebut dengan gerakan praksis. Sebahagian juga kader cenderung pada tataran Intelektual administrasi. Artinya, prinsip dan pola pikirnya senanatiasa ta’at, patuh dan tunduk terhadap berbagai sistem dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tertentu. Baik pemerintah stuktural  pemerintahan maupun birokrasi kampus.
Aktifis IMM kelihatan lemah dalam membangun paradigma kritis yang senantiasa mengkaji, mengkritisi atau melawan segala bentuk sistem dan kebijakan yang salah. Inilah yang di maksu dengan intelektual organik. Mampu memadukan antara teori, argumentasi, dan Gerakan Praksis. Mari kita bangun pemahaman objektif dalam memandang berbagai sistem dan kebijakan birokrasi pemerintahan. Masih banyak yang kontradiksi karena tidak sesuai dengan (UUD 1945).  Orientasinya merugikan rakyat kecil. Lebih-lebih kebijakan kampus yang kurang mensuppor atau memberikan konstribusi yang maksimal kepada Organisasi Eksternal  (IMM). Celakanya ketika kampus yang erlogo Muhammadiyah berada pada posisi tersebut.
              Gerakan Humanitas merupakan model gerakan inilah yang senantiasa diperbincangkan oleh aktivis IMM. Subtansi atu orentasi gerakan ini mengacu kepada gerakan kemanusiaan (Human Movement). Peka terhadap berbagai kondisi kemanusiaan yang terjadi. Mencakup juga gerakan sosial (social Movement). Ketika gerakan sosial yang dikaji maka tidak terlepas dari gerakan oposisi (Presure).  Indikatornya mengkaji, mengkritisi segala bentuk kebijakan pemerintah (Birokrasi) yang di anggap tidak adil. Paling urgen lagi yang harus diaplikasikan oleh mahasiswa Islam (baca : kader IMM) seperti apa yang disuarakan oleh Pemuda Muhammadiyah yang dituangkan dalam Buku “Kembali ke Alquran Menafsirkan Makna jaman ”. Dalam buku ini ada empat poin penting.  Pertama Humanisyaitu mengedepankan sisi kemanusiaan, menolak kekerasan dan radikalisme. Kedua kritis, yaitu melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Ketiga  transformatif yaitu menjadi pelopor untuk mendorong  perubahan sosial. Keempat praktis yaitu mampu memadukan fungsi berpikir, berbicara dan berbuat. Tidak jauh beda dengan model implementasi trilogi gerakan IMM itu sendiri.
Apabila  merefleksi kembali latar belakang organisasi Islam yang bernama IMM ini didirikan maka secara sederhana ada dua Faktor.
1).     Faktor Internal, faktor ini tidak lepas dari kebutuhan Muhammadiyah itu sendiri sebagai induknya. Muhammadiyah tentu membutuhkan pejuang-pejuang muda yang mempunyai talenta dan spirit perjuangan untuk melanjutkan dakwah Muhammadiyah di tingkat pemuda dan mahasiswa yang terkadang menganut paham radikalisme dan fundamentalisme. Terutama mahasiswa yang cenderung pragmatisme yang senantisa mencederai dan merusak moralitas mahasiswa di mata Masyarakat.
2).     Faktor Eksternal adalah berorentasi melawan segala bentuk penindasan dan intimidasi yang di lakukan oleh penguasa pada zaman pra dan pasca kemerdakaan. Penjajahan kolonialisme Belanda   ingin  menguasai Negera Indonesia pada zaman itu.  Paling subtansial lagi adalah melakukan purifikasi atau meluruskan pemahaman umat Islam yang masih kental menganut paham dari nenek moyangnya seperti sinkritisme, onimisme dan pemahaman yang menyimpang lainnya. Mengembalikan kepada pemahaman yang murni sesuai dengan (Alqur’an dan Hadis).
Kalau kita mengevaluasi eksistensi gerakan IMM  dewasa ini, sangat lemah pada wilayah gerakan oposisi presure. Sebagian kader IMM sudah terkontaminasi dengan paradigma konservatif yang cenderung apatis, acuh tak acuh, cuekisme melihat beragai problem dan dinamika yang terjadi. Gagasannya (Frure 1970) menyebutkan ada tiga kesadaran yang ada dalam diri  manusia yaitu megis, naif dan kritis. Sebagian Kader IMM cenderung  menganut kesadaran Megis yang menganggap berbagai persoalan (Problem)  yang ada  adalah sebuah karunia Tuhan yang di terima begitu saja dan senanatiasa meminta solusi atau bantuan kepada Allah  Tanpa ada gerakan ospsisi secara  praksis.
Cara berpikir seperti inilah sehingga ( Karl Marks ) mengeluarkan gagasanya bahwa Agama adalah “ Candu Bagi Masyarakat “. Manusia tidak mempunyai kehandak will dalam bersikap atau menentukan pilihan hidupnya. Kita harus menafsirkan pesan – pesan yang terkandung dalam Al Qur’an secara mendalam dan kontekstual sesuai dengan karakter zaman yang dihadapi karena didalamnya berbagai macam pesan Allah Swt yang harus dilakukan oleh manusia. Menurut Kontowijoyo Al qur’an sebagai paradigma yang melahirkan kerangka epistimologi dan aksiologi dalam menafsirkan ralitas sosial. Salah satu sumber atau sebab musabab terjadinya perubahan sosial adalah Al qur’an terlepas dari orang besar (pahlawan) dan gerakan sosial seperti yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul “ Rehayasa Sosial “.
Bukan berarti manusia tidak meyakini rahmat dan hidayah  dari Sang khalik (Allah Swt). Tetapi manusia harus sadari  bahwa Allah  mengimbau  kepada seluruh umat manusia agar senantisa berdo’a dan berusaha. Ketika mengharapkan sesuatu dalam hidupnya. Seandainya manusia mampu memadukan  dua item ini  dalam hidupnya maka (Insya’Allah)Pakan terwujud apa yang di harapkannya (S.R Alinsiqaq).
Seandainya eksistensi IMM kedepan tetap bermain pada paradigma yang cenderung konservatif dan  memiliki kesadaran Megis maka identitas dan roh IMM kedepan akan hilang dan tidak dihitung oleh publik.  Oleh karena itu, langkah yang harus di lakoni oleh Mahasiswa yang merasa diri aktivis IMM adalah jangan pernah bosan dan pesismis dalam berjuang  selama Mahasiswa  tdak mempunyai Akidah dan ke Imanan yang Kokoh dan sempurna, Maupun selama pengusa di Negarah ini melaksanakan Amanahnya dengan baik dan transparan. (Sesuai dengan Perintah Allah dalam Surat Ali Imran 104). Inilah yang menjadi landasan Normatif kita dalm Berjuang yaitu menyuruh Maqruf’ Kebajikan dan Mencegah kemungkaran.

*IMMAWAN YASER JURAID
(Ketua Bidang Hikmah PC IMM kota Makassar Periode 2010)

Bapak Presiden, Maaf Engkau Gagal

"Siri’na Tumabbutaya Niyaki Ri Pammaretaya, Pa’rupanna Gauka Niyaki Ri Tumabbuttaya, Parentyai Taua Ri Ero’na Numaccarammeng Ri Kalennu = Harga Diri Dan Kehormatan Rakyat Terletak Ditangan Pemimpin Sedangkan Keberhasilan Pemimpin Terwujud Hanya Dengan Peran Serta Masyarakatnya, Pimpinlah Rakyat Dengan Penuh Kearifan Sesuai Aspirasinya Dan Bercerminlah Pada Dirimu, Karena Cermin Tidak Pernah Bohong ”
(Karaeng Pattingalloang)
Perjalanan kabangsaan kita sebagai sebuah negara merdeka telah melalui berbagai fase, sejak di proklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta serta jutaan rakyat telah mengorbankan jiwanya untuk tercapainya kemerdekaan atas segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh imperialis Belanda pada akhirnya mebuahkan hasil pada 17 Agustus 1945 dengan medeklarasikan kemerdekaannya sebagai sebuah negara merdeka dan menginformasikan kepada seluruh penduduk bumi bahwa telah lahir sebuah negara yang bernama Indonesia dengan dibangun diatas tetesan darah jutaan pejuangnya. Memasuki fase awal kemerdekaan dibawah kepemimpinan tokoh revolusioner yang di akui dunia bernama Soekarno yang dalam catatan sejarah perjalanan kebangsaan kita dikenal dengan era orde lama yang pada akhirnya tumbang dan memasuki era orde baru dibawah rezim yang diktator Soeharto yang juga akhirnya tumbang dan Indonesia memasuki fase Reformasi sebagai jawaban yang dianggap akan membawa angin segar serta keluarnya Indonesia dari berbagai keterpurukan yang dialaminya. Era baru sejarah kebangsaan kita itu juga menguras tenaga dan piukiran anak bangsa atas berbagai polemih yang dihadapi dalam berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, silih bergantinya kepemimpinan nasional pasca reformasi dimulai dari BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono belum juga bisa maksimal menjalankan roda pemerintahan sebagai kepala Negara dalam meresposn segala persoalan dan keluar dari derita yang dialami oleh ratusan juta penduduk negeri.
Tahun 2014 setelah 69 tahun bengsa ini menyatakan kemerdekaannya akan memasuki fase baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana rezim pemerintahan SBY berakhir setelah 10 tahun berkuasa dan akan dilakukan proses pergantian kepemimpinan nasional yang dilaksanakan secara demokratis, merupakan sebuah momentum yang sangat berharga untuk melakukan proses refleksi perjalan bangsa kita untuk menentukan kepemimpinan nasional selanjutnya lewat pesta demokrasi dengan melibatkan seluruh penduduk negeri dalam menentukan rezim baru lewat pesta demokrasi pemilihan presiden.
Setelah melalui berbagai proses dinamika intrik politik yang menguras energy bangsa dalam momentum tersebut melahirkan pemimpin baru presiden baru kita Joko Widodo yang menjadi tumpuan harapan 250 juta penduduk Indonesia untuk keluar dari jeratan kompleksitas persoalan bangsa. Terpilihnya presiden yang akrab disapa Jokowi ini tentu menjadi angin segar bagi perjalanan bangsa kita yang mencitakan masyarakat adil dan makmur, hal ini tentu tidak terlepas dari citra seorang  Jokowi yang seolah menjadi jawaban atas penantian 70 tahun bangsa ini untuk dipimpin oleh sosok yang bisa membawa Indonesia poada cita luhurnya. Dalam perjalanan perpolitikan kita Jokowi adalah nama baru dalam pentas politik Indonesia yang mana memulai karir politik sebagai Walikota Solo yang dalam waktu singkat citra dan popularitasnya melejit yang akhirnya mengantarkannya kembali menduduki posisi Gubernur DKI Jakarta sebagai ibukota Negara, perjalanan karir politik Jokowi yang begitu mulus dan mujur tentu tidak terlepas dari berbagai citra diri yang ditampilkannya sebagai sosok pemimpin yang mewakili kalangan wong cilikyang merupakan mayoritas dinegeri dengan status sebagai potongan surga yang ada dibumi, Jokowi adalah sosok yang telah dinantikan oleh ratusan juta penduduk negeri, kesederhanaanya serta sikap egaliternya dan lahir dari keluarga yang sederhana yang berangkat dari penderitaan yang sama dialami oleh mayoritas rakyat negeri ini, lebih jauh media terus menampilakan sosok Jokowi dalam berbagai momentum yang memberikan kabar gembira kepada rakyat bahwa sosok yang dinantikan itu ada pada diri Jokowi, sosok yang doyan blusukan bahkan public tidak akan pernah lupa bagaimana Jokowi kala berstatus orang nomor satu di DKI Jakarta masuk ke dalam got untuk melakukan pengecekan dan perbaikan agar warga Jakarta terbebas dari banjir.
Citra yang terus ditampilkan kehadapan public lewat berbagai media mempertontokan bagaimana agar menggiring public bahwa inilah sosok yang akan menghilangkan dahaga menjawab kehausan masyarakat akan sosok pemimpin dengan gaya dan karakter yang baru yang tidak sama sekali dimiliki oleh rezim-rezim sebelumnya untuk bisa mengantarkan negeri ini kepada masyarakat adil dan makmur, media terus menampilakan Jokowi akan keberpihakannya kepada rakyat kecil dan bagaimana membawa Indonesia keluar dari berbagai persoalan yang dialaminya, dengan berbagai citra tersebutlah hingga akhirnya pada pesta demokrasi 2014 itu Jokowi dengan mulus menempatkannya sebagai orang nomor satu dinegeri berpeduduk 250 juta ini, Memasuki era baru dibwah rezim Jokowi public tentu manaruh harapan besar dibawah kepemimpinannya, agar dapat hadir ditengah problematika kebangsaan kita sebagaimana citra yang ditampilkannya selama ini.
Namun apa yang terjadi setelah Jokowi berkuasa seluruh harapan itu runtuh dan musnah masyarakat seolah tertipu dan tersihir akan citra diri yang ditampilkannya, Jokowi tampil jauh dari harapan public sebagaimana alasan mereka memilh Jokowi menjadi penguasa negeri, apa yang ditampilkan sangat kontradiktif dengan apa yang dicitrakan  media tentangnya selama ini. Tidak lagi terlihat sosok yamg peduli rakyat kecil, sosok egaliter itu telah punah berganti dengan berbagai tindakan dan kebijakan yang membuat public geleng-geleng kepala sosok itu telah berubah dan bahkan punah dalam dirinya. Persoalan Negara yang sudah kompleks semakin parah hampir semua segmen kehidupan berbangsa dan bernegara kita terjadi huru-hara.
Bahkan dibawah rezim Jokowi NKRI terancam diakibatkan kebijakan dan tindakan pemerintah yang sebenarnya tidak dipahami public apa yang menjadi keinginannya demokrasi kita terancam bahkan demokrasi kita telah mati surara-suara kritik dibugkam aktivis gerakan ditruduh makar mahasiswa dipasung dengan aktivitas akademik yang didesain sedemikian rupa untuk focus dikampus agar secepatnya keluar untuk menjadi budak korporasi, kedaulatan Negara tergerus, cita-cita berdikari sebagai salah satu konsepsi bernegara kita tinggal menjadi lips service yang hanya hadir dimulut-mulut penguasa. Para pemilik modal, kaum kapitalis, korporasi-korporsi merampok dan menjarah bangsa ini, masyarakat dan Negara seoah tidak punya kuasa atas tanah sendiri, semua segmen yang menjadi domain hajat hidup masyarakat telah dikapitalisasi dan diperuntukkan untuk kaum pemodal, korporasi global serta kelompok berdasi telah memonopoli sektor public dan telah diprivatisasi Negara tidak lagi berdaualat.
Pemimpin merakyat hanya pencitraan, klaim tegas hanya bahasa bibir, perampok Negara tidak bisa diadili malah dijamu, aktivitasnya tidak menunjukkan pembelaannya terhadap rakyat kecil, nawa cita yang menjadi janji kampanye yang telah menggiurkan public berubah menjadi duka cita, negara tidak punya nilai jual didunia internasioanal presiden tidak mampu bersikap atas gejolak kemanusiaan dan perang diberbagai belahan dunia yang membuat nalar kemausiaan kita remuk dan hancur presiden hanya diam melihat irtu semua. Presiden layaknya boneka dihadapan pengusa partai politik hanya bisa tunduk dan manut dikendaikan oleh ketua partai dan pemilik modal, inilah akibat jika negara tidak lagi berdaulat.
Hukum tidak lagi befungsi sebagaimana fungsinya, hukum jusrtu menjadi alat bagi penguasa untuk menjaga kekuasaannya siapa yang mengkritik dan melawan penguasa akan dikriminalisasi. Keadilan tidak untuk yang miskin dan tidak punya modal dan kekuasaan, kebenaran dapat dibeli bagi yang bermodal, hukum tumpul keatas tajam kebawah menghantam dan membantai semua yang mengancam status quo, konflik dicipta ditengah masyarakat, ormas diadu domba terjadi huru hara dimana mana yang juga berefek lahirnya dualisme mulai dari partai polik hingga organisasi kepemudaan dan kemahsiswaan dimana negara member legalitas untuk semua itu. Apa yang ditampilkan oleh rezim hari ini seolah prediden dan kroninya sedang bersandiwara, sedang bermain, tidak serius mengolah negara, kebijakan dikeluarkan layaknya candaan, terlihat presiden bercanda dalam mengelola negara.
Sebelum semuanya terlambat, selagi NKRI masih utuh masih ada kesempatan untuk memperbaiki semua itu, bola ada ditangan bapak Presiden Jokowi, masih ada kesempatan untuk menebus dosa dengan tampil bijak, dengan hadir sebagai negarawan sejati, mundur secara terhormat dan angkat tangan atas ketidakmampuan menjalankan amanat rakyat, mengakui kegagalan dalam menginterpretasikan harapan rakyat. Maaf bapak Presiden anda telah gagal menjawab harapan itu jalan terbaik untuk bangsa ini adalah anda bersikap bijak, sebelum semuanya terlambat.
”…Saya Lebih Baik Mundur Sebagai Presiden Daripada Melakukan Tindakan-Tindakan Yang Melanggar Pancasila…”  Gus Dur.
*Abdul Gafur, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Makassar