Mari kita Membangun kesadaran Positivisme dalam memandang berbagai kultur dan fenomena kampus yang senantiasa terjadi dewasa ini. Terutama di kampus-kampus besar yang ada di Kota Makassar. Kebiasaan dan perilaku mahasiswa sekarang sangat jauh dari harapan masyarakat dan bangsa, karena indikatornya mahasiswa sangat kontradiktif dari visi dan misi atau tujuan dari pada mahasiswa itu sendiri. Karena mayoritasnya mahasiswa tidak memilikil agi citra dan nilai integritas yang ideal.
Kampus dewasa ini sudah di warnai dengan kultur dan kebiasaan Hedonisme, Pragmatisme dan premanisme yang cenderung merusak dan membuat kampus kacau balau. Tindakan kriminal , keonaran, konflik dan tawuran di kampus sesama mahasiswa akhir-akhir ini semakin marak dan konstruktif yang konsekuensinya merusak berbagai fasilitas kampus. Fenomena seperti ini sudah membudaya di dunia kemahasiswaan.
Dunia kampus dianggap sebagai dunia Intelektual Ilmiah. Tetapi kenyataannya sangat kurang dan hampir tidak ada aktifitas mahasiswa yang mencerminkan nilai-nilai Intelektual seperti diskusi, kajian intensif, pelatihan, seminar dan lain-lain. Meskipun ada tetapi sangat jarang diadakan dan mahasiswa juga kurang semangat partisipasi pada kegiatan tersebut.
Lembaga-lembaga intra kampus seperti BEM, HMJ maupun Lembaga Eksternal yang di anggap mempunyai latarbelakang dan bertanggungjawab di bidang intelektual. Kurang sekali yang mengadakan aktifitas yang mengarah pada ranah intelektual yang menjadi hakekat dan orintasinya. Justru indikator yang terjadi di tingkat lembaga intra kemahasiswaan adalah gerakan yang cenderung politik praktis yang orientasinya menciptakan kampus yang tidak stabil dan menjadi oposisi bagi lembaga lain. Sehingga melahirkan permusuhan dan benturan di dalam kampus. Kenyataanya juga di lapangan sebagian kecil Kader IMM terjerumus dan menjerumuskan diri di dalam Mainstream kultur seperti itu. Sadar atau tidak tetapi itu menjadi tolak ukur bahwa ternyata Kader IMM sangat jauh dari kesadaran intelektual dan spritual.
Kalaupun IMM Secara Kelembagaan tidak mendiskusikan masalah ini. Bukan hal yang tidak mungkin secara berangsur-angsur kader IMM kedepan akan terjebak pada kultur yang mengacu pada pengrusakan ideologi dan eksistensial. Artianya akan terkontaminasi dan terhegemoni dengan kultur atau pola pikir yang menyimpang seperti yang di jelaskan di atas tadi, karena sekarang sudah ada indikasi dan tercermin di dalam diri kader .
Langkah IMM kedepan.
Kader IMM secara pribadi maupun secara kelembagaan harus bekerja keras dan mampu memainkan berbagai peranan dan langkah-langkah strategis untuk mencoba merekonsiliasi dan merombak kembali kebiasaan dan paradigma berpikir mahasiswa yang sekarang sedang ada dalam frame berpikir yang salah. Berusaha membentuk paradigma berpikir transformatif, kritis, religius dalam bingkai Amal Ma’ruf Nahi Mungkar dengan berbagai metode. Diantaranya membangun kultur diskusi secara efektif, kajian intensif , seminar ilmiah maupun aktifitas Intelektual lainnya. Hal yang paling urgen dilakukan oleh aktifis IMM yaitu “ Pencerahan Umat “ dengan tiga proses pendidikan terdiri dari ta’lim ; mencerdaskan otak manusia, tarbiah ; mendidik perilaku yang benar, dan ta’dib ; memperluas adab kesopanan.
Eksistensi gerakan IMM di kota Makassar beberapa tahun terkhir ini sangat Jauh dari harapan sebagai organisasi besar yang punya sejarah panjang. IMM dewasa ini mengalami degradasi dan degenarasi gerakan yang tidak mampu mengejewantahkan identitasnya di mata masyarakat (bangsa) ke arah gerakan yang lebih dinamis, progresif dan kontekstual sesuai dengan roh dan misi IMM yang sesungguhnya. Indikator gerakan IMM bersifat statis dan fakum. Kader IMM terkungkung dan terasik dengan kegiatan pengkaderan (DAD) yang kerap dilakukan. Inilah yang terlintas dalam frame kader hari ini kegiatan tersebut menjadi prioritas utama.
Semua kader perlu sadar bahwa eksistensi IMM adalah organisasi kader. Tanpa ada pengkaderan sangat mustahil ada regenerasi kader dan pimpinan IMM ke depan. Tetapi mainstream yang kita harus bangun adalah selain partisipasi aktif dalam pengkaderan tersebut. Kader IMM harus mampu melahirkan ide dan gagasan yang kreaktif. DiImplementasikan secara luas sehingga IMM kelihatan besar dan punya power di mata publik. Gerakan IMM yang sesungguhnya itu semua tidak lepas dari Trilogi Gerakan IMM itu sendiri yaitu : spritual, Intelektual dan Humanita.Tiga gerakan inilah yang menjadi acuan atau feferensi dasar dalam memahami sistematika orientasi gerakan IMM.
Pertanyaan yang muncul dalam benak kita bahwa sejauhmana pengejawantahan paradigma gerakan IMM sehingga mampu membuktikan identitas gerakannya. Coba kita spesifikasi orientasi trilogi gerakan. Misalnya gerakan spritual(Spritual Movement) tentu outputnya secara sederhana bisa bicara mengenai perbaikan akhlaq, moralitas, integritasyang paling subtansial adalah pembentukan aqidah yang kokoh dan Implementasi keimanan Kepada Allah swt. Tetapi realitas di kampus masih banyak mahasiswa yang tingkah laku maupun perbuatannya sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang Muslim. Lebih ironis lagi di kampus-kampus Islam terutama yang berlabel Muhammadiyah.
Kalau kita menata potensi spritual dan wawasan keislaman yang di miliki kader tidak di ragukan lagi. Perlu disadari oleh Aktivis IMM bahwa sebagian kader cenderung membangun paradigma berpikir eksklusif dan ekstrim sehingga kurang mampu membangun komunikasi, diskusi, dialektika dengan mahasiswa di luar IMM atupun aktifis dari organisasi lain sehingga transformasi, dotrinasi yang menjadi orientasi gerakan spritual tidak maksimal.
Peranan pada wilayah gerakan intelektual, kalau kita mengacu pada gagasannya (Gramsi). Ada beberapa model yang di maksud dengan intelektual. Ada Intelektual profesional, administrasif, tradisional dan Intelektualorganik. Pengamatan penulis, posisi intelektual Kader IMM sekarang berada pada tataran intelektual profesional. Cenderung semangat pada wilayah konsep dan argumentasi yang kerapkali dipaparkan di settiap forum–forum diskusi dan kajian ilmiah. Namun sangat lemah pada wilayah implementasi atau yang di sebut dengan gerakan praksis. Sebahagian juga kader cenderung pada tataran Intelektual administrasi. Artinya, prinsip dan pola pikirnya senanatiasa ta’at, patuh dan tunduk terhadap berbagai sistem dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tertentu. Baik pemerintah stuktural pemerintahan maupun birokrasi kampus.
Aktifis IMM kelihatan lemah dalam membangun paradigma kritis yang senantiasa mengkaji, mengkritisi atau melawan segala bentuk sistem dan kebijakan yang salah. Inilah yang di maksu dengan intelektual organik. Mampu memadukan antara teori, argumentasi, dan Gerakan Praksis. Mari kita bangun pemahaman objektif dalam memandang berbagai sistem dan kebijakan birokrasi pemerintahan. Masih banyak yang kontradiksi karena tidak sesuai dengan (UUD 1945). Orientasinya merugikan rakyat kecil. Lebih-lebih kebijakan kampus yang kurang mensuppor atau memberikan konstribusi yang maksimal kepada Organisasi Eksternal (IMM). Celakanya ketika kampus yang erlogo Muhammadiyah berada pada posisi tersebut.
Gerakan Humanitas merupakan model gerakan inilah yang senantiasa diperbincangkan oleh aktivis IMM. Subtansi atu orentasi gerakan ini mengacu kepada gerakan kemanusiaan (Human Movement). Peka terhadap berbagai kondisi kemanusiaan yang terjadi. Mencakup juga gerakan sosial (social Movement). Ketika gerakan sosial yang dikaji maka tidak terlepas dari gerakan oposisi (Presure). Indikatornya mengkaji, mengkritisi segala bentuk kebijakan pemerintah (Birokrasi) yang di anggap tidak adil. Paling urgen lagi yang harus diaplikasikan oleh mahasiswa Islam (baca : kader IMM) seperti apa yang disuarakan oleh Pemuda Muhammadiyah yang dituangkan dalam Buku “Kembali ke Alquran Menafsirkan Makna jaman ”. Dalam buku ini ada empat poin penting. Pertama Humanisyaitu mengedepankan sisi kemanusiaan, menolak kekerasan dan radikalisme. Kedua kritis, yaitu melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Ketiga transformatif yaitu menjadi pelopor untuk mendorong perubahan sosial. Keempat praktis yaitu mampu memadukan fungsi berpikir, berbicara dan berbuat. Tidak jauh beda dengan model implementasi trilogi gerakan IMM itu sendiri.
Apabila merefleksi kembali latar belakang organisasi Islam yang bernama IMM ini didirikan maka secara sederhana ada dua Faktor.
1). Faktor Internal, faktor ini tidak lepas dari kebutuhan Muhammadiyah itu sendiri sebagai induknya. Muhammadiyah tentu membutuhkan pejuang-pejuang muda yang mempunyai talenta dan spirit perjuangan untuk melanjutkan dakwah Muhammadiyah di tingkat pemuda dan mahasiswa yang terkadang menganut paham radikalisme dan fundamentalisme. Terutama mahasiswa yang cenderung pragmatisme yang senantisa mencederai dan merusak moralitas mahasiswa di mata Masyarakat.
2). Faktor Eksternal adalah berorentasi melawan segala bentuk penindasan dan intimidasi yang di lakukan oleh penguasa pada zaman pra dan pasca kemerdakaan. Penjajahan kolonialisme Belanda ingin menguasai Negera Indonesia pada zaman itu. Paling subtansial lagi adalah melakukan purifikasi atau meluruskan pemahaman umat Islam yang masih kental menganut paham dari nenek moyangnya seperti sinkritisme, onimisme dan pemahaman yang menyimpang lainnya. Mengembalikan kepada pemahaman yang murni sesuai dengan (Alqur’an dan Hadis).
Kalau kita mengevaluasi eksistensi gerakan IMM dewasa ini, sangat lemah pada wilayah gerakan oposisi presure. Sebagian kader IMM sudah terkontaminasi dengan paradigma konservatif yang cenderung apatis, acuh tak acuh, cuekisme melihat beragai problem dan dinamika yang terjadi. Gagasannya (Frure 1970) menyebutkan ada tiga kesadaran yang ada dalam diri manusia yaitu megis, naif dan kritis. Sebagian Kader IMM cenderung menganut kesadaran Megis yang menganggap berbagai persoalan (Problem) yang ada adalah sebuah karunia Tuhan yang di terima begitu saja dan senanatiasa meminta solusi atau bantuan kepada Allah Tanpa ada gerakan ospsisi secara praksis.
Cara berpikir seperti inilah sehingga ( Karl Marks ) mengeluarkan gagasanya bahwa Agama adalah “ Candu Bagi Masyarakat “. Manusia tidak mempunyai kehandak will dalam bersikap atau menentukan pilihan hidupnya. Kita harus menafsirkan pesan – pesan yang terkandung dalam Al Qur’an secara mendalam dan kontekstual sesuai dengan karakter zaman yang dihadapi karena didalamnya berbagai macam pesan Allah Swt yang harus dilakukan oleh manusia. Menurut Kontowijoyo Al qur’an sebagai paradigma yang melahirkan kerangka epistimologi dan aksiologi dalam menafsirkan ralitas sosial. Salah satu sumber atau sebab musabab terjadinya perubahan sosial adalah Al qur’an terlepas dari orang besar (pahlawan) dan gerakan sosial seperti yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul “ Rehayasa Sosial “.
Bukan berarti manusia tidak meyakini rahmat dan hidayah dari Sang khalik (Allah Swt). Tetapi manusia harus sadari bahwa Allah mengimbau kepada seluruh umat manusia agar senantisa berdo’a dan berusaha. Ketika mengharapkan sesuatu dalam hidupnya. Seandainya manusia mampu memadukan dua item ini dalam hidupnya maka (Insya’Allah)Pakan terwujud apa yang di harapkannya (S.R Alinsiqaq).
Seandainya eksistensi IMM kedepan tetap bermain pada paradigma yang cenderung konservatif dan memiliki kesadaran Megis maka identitas dan roh IMM kedepan akan hilang dan tidak dihitung oleh publik. Oleh karena itu, langkah yang harus di lakoni oleh Mahasiswa yang merasa diri aktivis IMM adalah jangan pernah bosan dan pesismis dalam berjuang selama Mahasiswa tdak mempunyai Akidah dan ke Imanan yang Kokoh dan sempurna, Maupun selama pengusa di Negarah ini melaksanakan Amanahnya dengan baik dan transparan. (Sesuai dengan Perintah Allah dalam Surat Ali Imran 104). Inilah yang menjadi landasan Normatif kita dalm Berjuang yaitu menyuruh Maqruf’ Kebajikan dan Mencegah kemungkaran.
*IMMAWAN YASER JURAID
(Ketua Bidang Hikmah PC IMM kota Makassar Periode 2010)
Emoticon Emoticon